Bantuan Dana Puluhan Desa Penerima PPIP Diduga Dipotong Calo

PADALARANG,  -- Bantuan Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaaan (PPIP) Tahun Anggaran 2012 di Kabupaten Bandung Barat (KBB) diduga telah disunat oleh pihak- pihak yang tidak bertanggung jawab. Secara keseluruhan, besar potongan mencapai miliaran rupiah.

Pada TA 2012 lalu, ada 22 desa di KBB yang ditetapkan sebagai penerima dana bantuan tersebut. Ke-22 desa penerima dana PPIP tersebut ditetapkan oleh pemerintah pusat setelah diusulkan Pemkab Bandung Barat melalui Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) KBB.

Setiap desa seharusnya menerima bantuan Rp 250 juta. Namun, di lapangan, meski dana bantuan sempat diterima secara utuh sebesar Rp 250 juta per desa, dana yang telah dicairkan melalui rekening itu kemudian harus dipotong untuk disetorkan ke sejumlah pihak yang sejak awal diduga telah melakukan kesepakatan tidak tertulis dengan pihak penerima bantuan.

"Potongannya lumayan besar hingga Rp 70 juta per desa. Rinciannya Rp 30 juta untuk broker, sisanya untuk pihak lain seperti petugas dan pengawas. Dalam realisasinya, dana yang diterima desa rata-rata hanya Rp 180 juta per desa," jelas Ketua Lembaga Monitoring Community KBB, Dona Hermawan, di Padalarang, Selasa (22/1). Jika ditotal, pemotongan itu mencapai Rp 1.540.000.000.

Berdasarkan hasil investigasinya di lapangan, kata Dona, dana sebesar Rp 250 juta itu memang masuk dan diterima secara utuh oleh setiap desa melalui organisasi masyarakat setempat (OMS) yang ditunjuk kepala desa masing-masing. Namun, kata dia, setelah dana itu cair, dananya langsung disetorkan ke sejumlah broker atau calo yang disebut-sebut telah berjasa memuluskan desa bersangkutan sebagai penerima bantuan.

Dijelaskannya, menurut pengakuan sejumlah kepala desa dan pengurus OMS yang memperoleh bantuan PPIP tersebut, mereka rata-rata terpaksa menyetor sebagian dana yang diperoleh tersebut karena sebelumnya sudah terlibat dalam kesepakatan dengan pihak broker atau calo.

Saat itu kata dia, pihak calo menjanjikan akan memasukkan desa yang ditawarinya sebagai penerima bantuan PPIP asalkan setelah dananya cair harus menyetor sejumlah uang sebagai balas jasa. Ia menyebut, para calo atau broker PPIP ini adalah orang-orang partai politik (parpol) dan petugas yang memiliki akses atau jaringan ke pusat untuk menggolkan bantuan ini.

"Jadi sebagai timbal balik telah dimasukkan sebagai penerima bantuan, pihak desa harus menyetor sekitar Rp 30 juta. Jumlah ini ditentukan oleh si broker," ujar Dona.

Tak hanya itu, pihak desa pun, kata dia, mengaku masih harus menyetor ke sejumlah pihak seperti pengawas kegiatan, satuan kerja (satker) bahkan hingga dinas. Rata-rata setiap desa menghabiskan anggaran Rp 70 juta untuk menutup sana sini sebagai balas jasa termasuk adanya pengkondisian dana (gratifikasi) dengan dalih pengamanan.

Ia menambahkan selain adanya pemangkasan dan program PPIP tersebut, pelaksanaan programnya juga menyalahi aturan. Pasalnya, sesuai dengan petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) seharusnya program tersebut merupakan program swakelola atau dikelola sendiri oleh masyarakat.

"Namun di lapangan ternyata, realisasi ini beralih menjadi kontraktual atau dikerjakan oleh pihak ketiga. Ini kan tidak benar," ungkapnya.

Ia menduga pengkondisian program yang berubah menjadi dikerjakan pihak ketiga bertujuan untuk menutupi kekurangan anggaran yang sebagian telah dialokasikan untuk menutupi balas jasa para broker dan sejumlah pihak yang ikut bermain. Para broker pun, kata dia, kemudian mengarahkan agar pelaksanaan program PPIP di desa itu dilaksanakan oleh pihak ketiga.

Namun, kata dia, cara tersebut justru menyisakan "borok" luar biasa pada hasil pekerjaannya seperti pembangunan jalan, pipanisasi, sanitasi dan pembangunan saluran irigasi pertanian. Hal itu, jelas dia, tampak dari kualitas serta kuantitas hasil pekerjaan pihak ketiga tersebut.

Ia mencontohkan, sesuai hasil temuannya di lapangan, dalam tahapan perencanaan pada kegiatan pengaspalan pengajuan penggunaan (koefesien) aspal telah disepakati sebesar 4 kg /m2, namun kondisi faktual di lapangan pengaspalan tidak lebih dari 2 kg/m2.

"Dugaan pengurangan spek ini bisa dibuktikan jika melihat kualitas dan kuntitas hasil pekerjaan. Lihat saja pengaspalan jalan yang sudah dilakukan apakah sudah sesuai," beber pria berjanggut tebal ini.

Berdasarkan hasil investigasi serta sejumlah bukti yang diperoleh dalam dugaan penyelewengan dana PPIP itu, kata dia, pihaknya telah melaporkan Kepala Dinas Cipta karya dan Tata Ruang serta Kepala Bidang Prasarana Lingkungan Pemukiman kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat karena terindikasi telah melakukan penyalahgunaan wewenang yang berkonspirasi dengan desa-desa penerima bantuan PPIP 2012.

"Kami mendesak Kejati untuk segera melakukan penyelidikan dan penyidikan. Hasil kajian kami kegiatan tersebut berpotensi telah merugikan negara lebih dari Rp 1,5 miliar," tandas Dona. =/trbn\= .



Top